Kasus Penipuan Tas Mewah, Asas Equality Before The Law Harus Di Terapkan

Jakarta, Beritainn, – Shirly Prima Gunawan terdakwa dari kasus penipuan, penggelapan dan pemalsuan surat izin usaha perdagangan (SIUP) memasuki tahap persidangan.

Sebelumnya terdakwa ditahan di rutan oleh pihak kejaksaan. Pada sidang pertama terdakwa langsung ditetapkan menjadi tahanan rumah oleh majelis hakim. Sedangkan di sidang pertama terdakwa sudah langsung ditetapkan menjadi tahanan rumah.

Kuasa Hukum Rizky selaku pelapor menduga ada perlakuan khusus oleh pihak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap terdakwa Shirly Prima Gunawan.

Kemudian, saksi ahli pidana yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum ditolak oleh hakim. Padahal sesuai KUHAP pasal 160 huruf c, dalam hal ada saksi baik yang memberatkan atau meringankan terdakwa yang diminta selama persidangan atau sebelum putusan maka hakim ketua wajib mendengar kesaksiannya, lanjut Martin Lukas Simanjuntak.

Kasus ini berawal dari adanya jaminan bisnis tas bermerek sebesar Rp18 miliar melalui surat pernyataan hutang yang akhirnya tidak terealisasikan pembayarannya.

Terdakwa Shirly Prima Gunawan memberikan bilyet giro atau giro kosong atau ditolak oleh otoritas Bank. SIUP palsu yang digunakan oleh terdakwa Shirly Prima Gunawan dibuat seolah-olah terdakwa memiliki toko tas mewah sebagaimana yang tercantun pada SIUP tersebut. Ternyata setelah dilakukan pengecekan, SIUP itu ternyata palsu dan tidak pernah dikeluarkan oleh Kecamatan Kelapa Gading dan toko tas tersebut juga bukan milik terdakwa.

Akibat tindakan terdakwa, korban mengalami kerugian secara materil dan immateril, sebanyak 17 tas branded dengan merek Dior, Hermes, Chanel dan lainnya sesuai yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum pada Perkara Pidana Nomor 136/Pid.B/2023/PN.JKT.SEL.(Listia)

 

Sumber : Martin Lukas Simanjuntak (kuasa hukum korban)

Pos terkait